Nikah menurut KBBI adalah ikatan
(akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran
agama. Jadi apabila sudah memenuhi dua syarat di atas (ketentuan hukum dan
ajaran agama) maka seseorang sudah dibolehkan untuk menikah. Lebih jauh, mari
cermati kultwitnya ustadz Salim A. Fillah perihal nikah, "Isyarat Nabi
tentang nikah, ialah sunnah teranjur nan memuliakan. Sebuah jalan suci untuk
karunia sekaligus ujian cinta-syahwati." tulis beliau dengan indahnya.
"Maka," lanjut beliau, "Nikah adalah ibadah yang memerlukan
kesiapan & persiapan untuk yang mampu, bukan sekedar mau."
Untuk yang mampu, bukan sekedar mau.
Mampu di sini punya arti yang cukup luas. Bukan hanya mampu secara lahiriyah saja (harta berkecukupan) tapi juga mampu secara batin dan pikiran, tentu agama juga.
Fenomena kebanyakan muda-mudi zaman sekarang
adalah ingin menikah karena mengingat bahagianya. Terpicu melihat foto mesra pasangan
muda yang tersebar di sosial media, juga akibat sering main kode-kode yang
berefek pada 'bawa perasaan'. Padahal dengan indah dalam sebuah tausiyah
(lagi-lagi) Ustadz Salim berkata bahwa, "Kita menikah bukan untuk
berbahagia. Kita menikah untuk beribadah kepada Allah." Pernikahan itu
ibadah, yang berarti dalam menjalaninya tidak hanya mendapat bahagia. Kadang
juga bisa terselip luka. "Maka, di dalam pernikahan itu, supaya kita mampu
melaksanakan visi ibadah kepada Allah, yang kita cari adalah
keberkahannya."
Yang kita cari adalah
keberkahannya, sedang bahagia hanya makmum saja..
Pendapat tentang nikah muda. Sebelum saya menjawab, coba perhatikan beberapa poin yang menjadi alasan berikut ini.
1. Kamu sudah siap secara lahir dan batin.
2. Ada seseorang yang kamu sukai.
Baca juga: Komitmen dan Cinta
Jika alasannya adalah poin
pertama, saya sangat mendukung #NikahMuda. Karena pada dasarnya
#NikahMuda itu baik juga dianjurkan, tapi (ada tapinya) bagi yang benar-benar
siap. Karena, seperti yang sering diulang-ulang oleh ibu saya, "Nikah itu
bukan akhir bahagia seperti cerita Disney. Menikah itu 'awal' kehidupan baru
yang harus kamu tempuh." Akan ada bahagia juga luka di sana. Kamu harus
siap menerima keduanya.
Bicara tentang luka, pasti mengarah ke cekcok rumah
tangga. Tidak ada pasangan harmonis yang hidup tanpa pertengkaran. Bahkan
Rasulullah juga sering 'diambekin' oleh Aisyah. Hal ini bukan berarti tidak
pantas mendapat hastag #CoupleGoals, bahkan kurasa pertengkaran bisa jadi
jembatan menuju hubungan yang lebih mesra *uhuk. Pertengkaran bisa jadi wujud bahwa
kita masih saling menyayangi. Untuk lebih jelas, sila dengarkan tausiyah ustadz
Salim A Fillah 'Ketika Aku dan Kamu Menjadi Kita', karena terlalu panjang untuk menjelaskan semua itu di
sini.
Jika alasannya adalah poin kedua, ada seseorang yang kamu cenderungi. Seseorang yang diam-diam kamu sukai. Hm,
cukup wajar. Seperti ucapan Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam bukunya, "Cinta
membangkitkan jiwa dan menata perilaku. Mengungkapkannya adalah suatu kewajaran
dan memendamnya menjadi beban." Mengungkapkannya suatu kewajaran, dalam
ikatan yang Allah ridhai pastinya. Karena kemudian beliau juga melanjutkan,
"Jangan sampai cinta itu menjadi jurang pemisah antara manusia dengan
Khaliq-nya dan menyebabkan antara pecinta dengan yang dicintainya jatuh ke
dalam perbuatan nista." Jadi jika mengungkapkan tidak pada waktu dan cara
yang Allah ridhai, bukankah itu sama saja membentang jurang antara diri kita
dan Allah?
Jika menikah karena
poin kedua ini saja, tanpa diikuti poin pertama, maka bisa jadi
perasaanmu sedang terbalut nafsu. Atau bisa juga karena dorongan foto mesra pasangan
muda yang selalu kamu stalking di instagram. Tanpa kamu sadari perasaan,
"Saya juga ingin seperti mereka." mendominasi pikiran kamu sehingga
rasa ingin memiliki seseorang juga bertambah besar. Padahal kamu tahu, kamu
belum siap sepenuhnya. Bahkan, dia yang kamu cenderungi juga mungkin belum
yakin dengan dirimu (hayoloh!).
Overall, saya mendukung #NikahMuda
dengan catatan bukan #NikahMuda(h) ya. Karena sejatinya nikah itu sama sekali
tidak semudah yang kita bayangkan. Tidak se-happy pasangan yang kita lihat di
sosial media. Ada selingan-selingan luka, cekcok antar pasangan, yang nanti
akan menghiasi kehidupan pernikahan. Hal-hal seperti itu harus dipikirkan
dengan matang, karena jika terburu-buru akan berakhir pada sibuknya keluarga
melerai, terancam jatuh marwah suami/istri jika pasangannya masih rajin curhat
di sosial media, atau yang paling tragis perpisahan (na'udzubillah). Yakin
siap? Jika siap, go ahead!. Saya dukung sepenuhnya. Tapi jika belum, tidak perlu
terburu-buru. Sabar dan tetap ikhtiar. Percaya bahwa Allah sudah menyiapkan yang
terbaik untukmu, sekarang pikirkan cara 'yang terbaik' untuk menjemputnya.
Baiklah, semangat sekali bahas
topik pernikahan ya wkwk. Anyway, ini hanya pendapat. Jika baik boleh diambil,
jika tidak baik tolong dibuang jauh-jauh ya. Tulisan ini juga tidak sepenuhnya
benar. Berhubung saya bukan pakar nikah dan seseorang yang #NikahMuda pasti
banyak statement yang saya paparkan secara subjektif. Pendapat ini juga lahir
dari pengalaman orang di sekitar saya, cerita teman-teman, nasihat orang tua, dan
tausiyah Ustadz Salim A. Fillah yang kebanyakan temanya tentang nikah (hehe).
Saya menulis ini untuk mengemukakan pendapat tentang fenomena #NikahMuda yang sekarang lagi ngetrend di kalangan mahasiswa seperti saya. Katanya
sih efek semester tua (halah).
Semoga berkah yang siap #NikahMuda.
Untuk yang masih menyiapkan diri, mari menjaga hati. Dan untuk mahasiswi akhir
semangat mensahkan TGA sebelum disahkan orang hehe.
Banda Aceh,19 November 2016
Sunyi, menginspirasi.
Sunyi, menginspirasi.